*AlhamduLillah
akan lahir peradaban islam yang akan membahana di Negeri ini, @MadinahCity*
*_Insya Allah, Para Ulama bersatu dan mempersatukan umat,
dalam kawasan perumahan islami terluas di Indonesia_*
Subhaanallah wabihamdihi, Embrionya sudah terlihat saat masa
pre-launching ini, beberapa waktu ini saya dan tim diberikan kenikmatan oleh
Allah berupa diperjumpakan dengan beberapa Ulama dan Masyayikh. Saya boleh
share ilmu dan pengalaman dahsyat ini ya..agak panjang namun silahkan dibaca
dengan khidmat lagi semangat! Suangat bermanfaat!
Adalah Ustadz Imam Shamsi Ali. Beliau sangat antusias turut
mensyiarkan @MadinahCity utk WNI & WNA di amerika & eropa. Harapan kita
ada cluster nuansa eropa yg ada situs peninggalan peradaban Islam sperti
andalusia, cordova, granada, malaka dsb. Imam Shamsi Ali adalah imam di
Islamic Center of New York dan direktur Jamaica Muslim Center, sebuah yayasan
dan masjid di kawasan timur New York, Amerika Serikat, yang dikelola komunitas
muslim asal Asia Selatan. Syamsi Ali aktif dalam kegiatan dakwah Islam dan
komunikasi antaragama di Amerika Serikat.
Salah satu yang beliau sampaikan adalah mengenai perbedaan
antara Islam dan Yahudi. Yahudi, sebagaimana kita umat muslim, terdiri atas
berbagai pemahaman dan sekte. Meskipun mereka sama-sama Yahudi, mereka tidak
pernah bersedia beribadah ditempat ibadah yang sama. Para Eseni, Herodian,
Zadot mereka memiliki tempat ibadah sendiri-sendiri. Tak mau bersatu.
Sedangkan kita ummat islam, meskipun memiliki pemahaman yang
berbeda, kita masih sangat rapi dalam hal ibadah. Berbagai madzhab bisa shalat
dalam satu mesjid. Bahkan saking rapinya kita dalam hal ibadah, kita sering
begitu ketat dan presisi dalam hal-ini. Setiap faham berusaha sebaik mungkin
melaksanakan apa yang diyakininya. Sampai-sampai kita mengalami pengalaman
ketika kaki kita kurang rapat misalnya, kaki kita dikejar, kalau masih meleset
sampai diinjak biar kaki-kita pas shalat gak lari lagi.
Uniknya, Yahudi meskipun ditempat ibadah tak mau bersatu, tapi
di pasar, di dunia ekonomi, di dunia peradaban, mereka sangat solid bersatu dan
tak dapat dipisahkan. Mereka menjelma menjadi kekuatan yang sangat dahsyat dan
saling menyokong. Kita umat islam, rapi di mesjid, saat kembali ke pasar,
kedunia ekonomi, ke dunia peradaban, kita tercerai-berai, bahkan saling sikut
saling sikat saling hajar. Ini memprihatinkan dan perlu segera ditata ulang,
agar kita mampu rapi di tepat ibadah, rapi juga didunia nyata. Bukankah Allah
berfirman innallahu yuhibbu ladzina yuqatiluna fi sabilihi shaffan, kaanahum
bunyanun marsus. Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang berperang dijalanNya
dengan barisan yang rapi,laksana bangunan yang kokoh?
FirmanNya menyatakan kita harus rapi dalam
"berperang". Ini menegaskan dengan jelas, dalam berperang. Kita harus
merapikan barisan kita dalam shalat berjama'ah di masjid, tapi rapi dalam
barisan perang jauh lebih wajib lagi. Tentunya "berperang" tidak
terjadi didalam mesjid. Berperang secara ideologi, berperang secara ekonomi,
berperang secara budaya ini semua dilakukan diluar masjid. Diluar masjid, kita
dituntut untuk berperang, berkompetisi.
Agama Islam dari sejak awal sudah mengajarkan untuk
berkompetisi. kita sering membaca ayat fastabiqul khairat, berlomba-lombalah
dalam kebaikan. Untuk mencapai syurgaNya Allah saja, kita bahkan diisyaratkan
untuk berlomba dengan sesama muslim, berkompetisi, ini untuk urusan akhirat.
Apalah lagi...untuk urusan dunia kita berlomba dengan yang belum menjadi
muslim.
Di tataran peradaban, kompetisi ini harus kita menangkan.
Umat islam harus bisa menjadi pemenang di setiap sektor kehidupan. Di dunia
bisnis, harus kita menangkan. Kultur dan kebudayaan, harus kita menangkan.
Tidak bijaksana bila kita selalu mengedepankan kemarahan
kepada pihak-pihak yang sedang lebih maju dari kita. Kita terbiasa mengumbar
kemarahan kepada mereka yang memenangkan perlombaan dalam peradaban. Perbankan
penuh riba, kita marah. Pemerintahan penuh korupsi, kita marah. Dunia bisnis
penuh praktik yang kotor kita marah. Yang harus kita hadirkan saat ini bukanlah
kemarahan, tetapi SOLUSI. Bagaiman kemudian menjadi tugas kita, agar hal-hal
baik dari agama ini bisa kita implementasikan, bisa kita jadikan solusi. Tidak
sebatas dengan ceramah. Ceramah hanyalah sebagian kecil dari da'wah. Da'wah
yang sesungguhnya adalah bagaimana kita menampilkan islam sebagai the best,
sebagai yang terbaik disemua sektor kehidupan.
Dan menarik sekali mendengar visi besar dari *Syekh Ali
Jaber, beliau menyampaikan beberapa
ide luar biasa untuk aksi nyata dakwah yang terbaik, diantara pointersnya =
1. Kita dukung pembangunan Museum Nabi Muhammad SAW sprti di
madinah
2. Kawasan anti asap rokok, anti maksiat bersih dari yang
syubhat
3. Kalau Perlu ada laskar Haiah Nahi Mungkar, diantara
tugasnya bangunkan solat tahajud dan subuh.
4. Bangun miniatur dunia / negara2 islam di tiap cluster dg
culturenya masing2, misal : Turki, baitul maqdis palestin, dll).
7. Di tanggal 12 / 05 / 2018 kita undang para Ulama, Artis Hijrah, Pejabat,
TNI/POLRI dan tokoh ternama dalam forum khusus.
Saat bertemu Ustadz Bachtiar Nasir (UBN), selaras sekali dg
ide no.4 dari Syekh Ali diatas, UBN insya Allah dengan AQL dan gerakan SOA
(Spirit of Aqso) sangat tersengat untuk mendukung MADINAH CITY dan ambil bagian
untuk ambil 2 cluster (1000 unit) utk perumahan Da'i khususnya dengan nama Cluster
Baitul Maqdis. UBN berpesan kepada kita untuk senantiasa bersiap dan hati-hati
dan jaga segala sesuatunya dari kaum tidak suka islam maju (zahiran wa
bathinan). Jaga muamalah dan nama baik dakwah islamiyah.
Terakhir dalam rangkuman ini, kami ingin menyampaikan apa
yang diwasiatkan Syekh Ali Jaber untuk kita semua untuk ambil hikmah dari Nama
Hudaibiyah sebenarnya diambil dari nama telaga, yang juga dikenal dengan
sebutan telaga Asy-Syumaisi. Sejarah Islam menyebutkan, Hudaibiyah menjadi
pintu masuk kecemerlangan kaum Muslimin dalam menaklukkan Kota Makkah (Fathul
Makkah). Di kota ini, Rasulullah SAW dan kaum Quraisy Makkah membuat perjanjian
untuk saling tidak menyerang, yang kemudian membuka peluang umat Islam Madinah
untuk mengislamkan pendudukan Kota Makkah.
Kisah tersebut berlangsung pada bulan Dzulqaidah tahun 6
Hijriah saat umat Islam Madinah yang terdiri atas kaum Muhajirin dan Anshar
berencana akan melakukan umrah di Baitullah. Keputusan melakukan umrah ini
diawali dari mimpi Rasulullah SAW yang menggambarkan beliau serta
sahabat-sahabatnya bisa masuk ke Masjidil Haram dan melakukan umrah dengan aman.
Hal ini kemudian tertuang dalam Alquran yang menyebutkan,
"Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran
mimpinya dengan sebenarnya, (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki
Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, mencukur rambut dan
mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang
tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat."
(QS Al-Fath: 27)
Mendapat wahyu ini, Rasulullah kemudian memerintahkan umat
Islam Madinah bersiap-siap pergi ke Makkah untuk melakukan umrah. Bukan untuk
menantang kaum Quraisy berperang. Umat Islam Madinah pun menyambut perintah
Rasulullah dengan sukacita karena sudah enam tahun mereka tidak bisa melepaskan
kerinduan bersimpuh di Baitullah.
Namun, ketika rombongan Rasulullah sampai di Asfan, mereka
didatangi seseorang yang mengabarkan kaum Quraisy sudah menyiapkan pasukan
untuk berperang. Mendapat informasi tersebut, Nabi Muhammad SAW mencoba
menghindari pertumpahan darah dengan menempuh jalur diplomasi.
Nabi SAW kemudian mengutus Usman bin Affan untuk berunding
dengan kaum Quraisy. Namun ternyata, Usman disandera pihak Quraisy. Kabar ini
membuat para sahabat bersumpah untuk memerangi kaum kafir Quraisy sampai titik
darah penghabisan. Sumpah tersebut rupanya membuat kaum Quraisy gentar dan
akhirnya melepaskan Usman. Bahkan, kaum Quraisy akhirnya bersedia berunding
sehingga Rasulullah mengirim Suhail bin Amar sebagai utusan.
Dalam perundingan tersebut, kedua belah pihak mencapai
beberapa kesepakatan yang kemudian disebut sebagai perjanjian Hudaibiyah. Isi
perjanjian, antara lain, kaum Muslimin bersedia menunda umrah ke Baitullah
hingga tahun depan. Dan saat umrah dilakukan, kaum Muslim hanya diizinkan
membawa senjata yang biasa dibawa seorang musafir, yaitu sebatang tombak dan
sebilah pedang yang disarungkan.
Selain itu, antarkedua belah pihak juga sepakat melakukan
perdamaian melalui gencatan senjata selama 10 tahun. Sementara itu, jika kaum
Muslimin datang ke Makkah, pihak Quraisy tidak berkewajiban mengembalikan orang
itu ke Madinah. Sedangkan jika penduduk Makkah datang kepada Rasulullah di
Madinah, kaum Muslimin harus mengembalikan orang tersebut ke Makkah.
Kendati perjanjian Hudaibiyah sepertinya merugikan menzolimi
kaum Muslim, namun dari perjanjian inilah Rasulullah SAW dapat mengembangkan
dakwah hingga ke Hudaibiyah. Bahkan, selama masa gencatan senjata, Nabi bisa
melakukan dakwah dengan leluasa, bahkan menyampaikan pesan Islam pada Kaisar
Romawi, Raja Habsyah (Ethiopia), Raja Mesir, dan Raja Parsi.
Peristiwa ini disebut oleh Alquran dengan istilah Fathun
Mubiinun (kemenangan nyata), sebagaimana termaktub dalam surat Al-Fath ayat 1
sampai 3. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang
nyata. Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu
dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu
ke jalan yang lurus. Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kokoh
(banyak).
Selaras dengan itu, ada QS. Alfath ayat 27 diatas itulah yang
menginspirasi kami dalam menginisiasi Gerakan 27 tiket gathering untuk para agency/marketing
@MadinahCity (G27) . Baiklah saudaraku seiman, Semestinya kita sangat
bersemangat dengan Doa restu dan dukungan para ULAMA ini. Akan terus merapat
para Ulama Indonesia lainnya, diantaranya UYM, Ust. Arifin Ilham, Ustad Abdul Shomad dll.
termasuk Ulama dunia bahkan untuk jadi Imam dan Mengisi kajian @MadinahCity
nantinya.
Kemenangan itu Nyata!
Selamat berkarya & Semoga Allah memuliakan kita semua
para Pejuang